Subscribe:

Jumat, 06 Agustus 2010

Kembalinya Sehelai Manuskrip


Cu..... !!!
17 Tahun yang lalu, saat kau masih belia. Tubuhmu yang kurus, namun semangatmu begitu besar, sehingga kau mampu meraih apa yang kau inginkan. Namun ... ada satu yang kau abaikan, sebuah perasaan yang melayang-layang, nantikan kepastian. Kau tinggalkan ia tanpa mempedulikan betapa besarnya harapan itu. Ia yang menanti begitu gigih mempertahankan prinsipnya, karena Ia yakin ... suatu saat pasti bisa meraih lagi seonggok harapan itu.

Cu....!!!
Dengan gontai kau tapaki jalan kehidupan yang berkrikil dan terjal, kau arungi derasnya pengharapan dan seribu satu macam godaan dan cobaan, kau kejar bayang-bayang kehidupan ...

Tahun 2000, kau mencoba menepis semua kegagalan, saat pada 1998 sampai padamu sebuah khabar yang tidak mungkin mewujudkan anganmu. Khabar itu telah menumbuk keras semangatmu, khabar itu telah meluluh lantakan keinginanmu, bahkan khabar itu telah memalingkan tujuan tanpa peduli lagi ada sebuah kata fenomenal dalam hidupmu "Di Hamparan Sejadah". Remuk redam mimpi-mimpi itu ....

Cu...!!!
Kau berusaha kuat untuk memalingkan sesuatu yang sangat sakral dalam hidupmu pada wahana baru, yang sebetulnya kau pun sangsi dengan semua itu. Kau coba jua ... kau arungi jua ... dengan sedikit egomu, kau coba menepis bayang-bayang itu.

Cu...!!!
Tahukah kau....??? bahwa sayup-sayup terdengar rintihan seirama dedaunan terhempas bayu malam yang dingin nan sunyi. Rintihan itu berasal dari runtuhnya tembok keyakinan, bahwa harapan itu akan datang. Hanya satu bulan ... dengan tidak berada dalam sebuah perencenaan ... Rintihan itu menjelma menjadi sebuah teriakan .... Histeris ..... Histeris sekali ..... sementara kau tenggelam dalam sebuah mahligai yang sebenarnya kau pun masih tetap mengharapkan Keyakinan itu menjelma keajaiban.

Cu...!!!
Manuskrip hidupmu saat ini ditemukan kembali oleh sebuah pencarian panjang. Kendati tak ada lagi jilid yang indah, Judul yang tertata, huruf yang tersusun, atau pun lembaran yang tertumpuk beraturan. Tetapi ... setidaknya manuskrip itu melayangkan harapan itu pada sebuah keniscayaan yang mau tidak mau harus kau insyafi.